Hukum karma adalah salah satu ajaran yang penting
dalam agama Buddha. Hukum karma merupakan ajaran yang amat dalam dan rumit,
maka untuk itu dibutuhkan suatu uraian yang terperinci untuk memahaminya.
Secara umum, karma berarti perbuatan. Umat Buddha
memandang hukum karma sebagai hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang juga
merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma) yang impersonal. Menurut hukum ini
sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya.
Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan.
Karma
adalah Kehendak/niat untuk melakukan perbuatan, Kehendak/Niat itulah yang
disebut dengan Karma ! Ada niat baik dan niat buruk, demikian pula ada karma
baik dan karma buruk. Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa karma itu hanya
merupakan karma buruk saja. Hal ini dengan jelas dikatakan oleh Sang Buddha
dalam sabdaNya:
“ Aku katakan, Kehendak adalah Karma,
karena didahului oleh kehendak,
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran “.
( Anguttara Nikaya III : 415 )
"Sesuai dengan benih yang di tabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih
dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
(Samyutta Nikaya I : 227)
“ Aku katakan, Kehendak adalah Karma,
karena didahului oleh kehendak,
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran “.
( Anguttara Nikaya III : 415 )
"Sesuai dengan benih yang di tabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih
dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya".
(Samyutta Nikaya I : 227)
Prinsip
dasar dari hukum karma adalah barang siapa yang menanam maka dia yang akan
memetik hasilnya apakah hasil itu baik atau buruk. Perbuatan baik atau buruk
dinilai berdasarkan pada akibat yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang
dialami oleh pembuat. Seseorang yang telah melakukan karma buruk pasti
menderita karena menerima hasil perbuatannya sendiri. Kita tidak mungkin
menghindarkan diri dari akibat yang tidak menyenangkan yang dihasilkan oleh
karma buruk yang telah kita lakukan. Sehubungan dengan hal ini Sang Buddha
berkata :
Tidak
di angkasa, di tengah lautan atau pun di dalam gua – gua gunung, tidak
dimanapun seseorang dapat menyembunyikan dirinya dari akibat perbuatan–
perbuatan jahatnya.(Dhammapada 127)
Kalau
kita melihat dengan kacamata duniawi, Kita sering menemukan seseorang yang
banyak melakukan kebajikan tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya.
Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru! Kalau
hukum karma diumpamakan sebagai sebuah sawah yang ditanami padi dan jagung, di
mana tanaman padi dan jagung tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka
tanaman jagung tentu akan panen terlebih dahulu daripada tanaman padi. Demikian
pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih
menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya
dituai/dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih
dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat
sampai batas-batas tertentu. Misalnya; meskipun miskin dan cacat, orang tersebut
mempunyai sila yang baik. Karena silanya baik, ucapannya baik, tingkah lakunya
baik, maka ada orang yang simpati kepadanya. Orang tersebut diberi pekerjaan
yang sesuai dengan keadaannya. Ini adalah karma yang memotong karma buruk yang
sedang tejadi.
0 komentar untuk Apa itu Karma? .
Perlihatkan Semua Komentar Tutup Semua Komentar